Musafir yang selalu mengeluh

“Daripada menghitung kesulitan Anda, cobalah menjumlahkan berkat-berkat yang telah Anda terima!” 

– Dr. Geoffrey Still - 

image

Seorang musafir dengan seekor kuda kesayangannya mengadakan perjalanan jauh. Dalam perjalanan itu mereka membawa barang-barang berharga untuk dijual, seperti seekor kambing, ayam jago, serta sebuah obor.

Di sepanjang perjalanan, mereka berdiskusi tentang sifat Tuhan. “Tuhan itu baik, Dia selalu menyertai ke mana pun kita pergi,” ujar si Kuda.

“Aku tidak yakin dengan apa yang kau katakan, lihat saja nanti. Tuhan itu hanya tinggal di atas langit. Jadi Dia tidak mungkin menyertai perjalanan kita,” ujar musafir, sinis.

Menjelang sore tibalah mereka di sebuah desa. Mereka berharap dapat beristirahat sejenak di desa itu, tetapi sayang tidak seorang pun yang bersedia menerima mereka. Penduduk di desa itu tidak mau menerima orang asing. Jadi mereka mengusir musafir dan kudanya.

Mendapat perlakuan kasar seperti itu, si Musafir menggerutu, “Benar, kan, kataku? Tuhan tidak menyertai kita. Buktinya, Dia tidak memberi kita tempat untuk beristirahat.”

Karena tidak ada tempat untuk beristirahat maka musafir dan kudanya terpaksa pergi ke tengah hutan yang letaknya tidak jauh dari desa.

Sampai di sana musafir itu memasang tenda lalu berbaring melepas rasa lelah. Si Kuda berusaha menghibur tuannya, “Pasti menurut Tuhan, bermalam di tengah hutan ini merupakan yang terbaik bagi kita.”

Tidak lama kemudian terdengarlah suara binatang buas. Ternyata seekor serigala datang menerkam kambing milik sang Musafir. Karena ketakutan, sang Musafir pun lari dan memanjat pohon untuk menyelamatkan diri.

Dari atas pohon sang Musafir berkata kepada si Kuda, “Masih beranikah engkau mengatakan bahwa Tuhan itu baik? Lihat saja Tuhan sudah membiarkan kita kedinginan di hutan ini. Tidak hanya itu saja, Dia sudah membuatku rugi karena tidak dapat lagi menjual kambingku ke pasar.”

Kuda yang bijaksana itu berusaha menenangkan majikannya, “Tuan seharusnya bersyukur dan berterima kasih karena jika serigala itu tidak menerkam kambing, Tuan dan akulah yang diterkamnya. Tuhan memang baik karena sudah melindungi kita dari maut.”

Musafir masih berada di atas pohon ketika embusan angin kencang memadamkan obor yang merupakan satu-satunya penghangat yang ia miliki di tengah cuaca yang begitu dingin. Sang Musafir itu masih saja mengeluh dan tidak memedulikan kata-kata si kuda. Dengan sinis ia berkata, “Kelihatannya kebaikan Tuhan kepada kita begitu nyata di sepanjang malam ini.”

Keesokan harinya musafir dan si kuda berkemas-kemas. Mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Ketika melewati desa yang kemarin mereka singgahi, mereka terkejut melihat keadaan desa yang porak-poranda. Setelah bertanya kepada para penduduk tahulah sang Musafir bahwa semalam sekelompok perampok telah menjarah desa tersebut.

“Telah terbukti bahwa Tuhan itu memang baik. Jika semalam kita menginap di sana, barang-barang Tuan yang berharga pasti akan ikut dirampok. Dan, kalau saja angin kencang tidak memadamkan obor, perampok-perampok itu pasti dapat melihat barang-barang Tuan dengan jelas lalu mengambilnya semua,” ujar kuda.

 Sang musafir tertunduk malu. Ia lalu menangis karena di sepanjang jalan ini ia hanya mengeluh dan menggerutu kepada Tuhan.

Source : Inspirasi 5 Menit (Imelda Saputra)

No comments:

Post a Comment